Dalam transaksi jual beli Rumah terdapat biaya-biaya yang harus dikeluarkan baik biaya resmi kepada pemerintah maupun biaya jasa notaries. Berikut adalah biaya-biaya dalam proses pembelian Rumah:
Pengecekan sertifikat dilakukan sebelum AJB dilakukan, yang bertujuan untuk
memastikan bahwa sertifikat tidak ada catatan blokir (biasanya oleh Pengadilan
karena adanya sengketa), catatan sita, agunan Bank atau catatan lainnya.
Pengecekan sertifikat ini dilakukan di kantor pertanahan setempat, dengan biaya
resmi sekitar Rp 50.000,-.
2.
Biaya AJB
Pembuat AJB adalah PPAT (Pejabat Pembuat akta tanah). Biaya
AJB merupakan biaya jasa yang harus dibayarkan kepada seorang Pajabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT). PPAT biasanya menarik
biaya sebesar 0.5% s.d. 1 % dari nilai transaksi. Anda tetap masih bisa
menegosiasikan besaran biaya AJB tersebut kepada PPAT. Biaya AJB ini biasanya
ditanggung secara proporsional oleh pembeli dan penjual.
3.
Biaya BBN (Balik Nama Sertifikat)
Proses balik nama biasanya juga diurus oleh Notaris PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah)
dengan membayar sejumlah biaya sesuai dengan peraturan di kantor pertanahan
setempat. Biaya balik nama ini biasanya ditanggung oleh pembeli, namun tetap dapat dinegosiasikan dengan penjual. Besarnya
biaya BBN adalah sekitar 0.5% s.d 1% dari nilai transaksi. Lama pengurusan
Balik Nama melalui notaries adalah sekitar 1
s.d 3 bulan.
4.
Biaya PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak)
PNBP dibayarkan secara bersamaan saat pengajuan Balik
Nama. Besarnya PNBP ini adalah sekitar 1/1000 x
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tertera
pada form Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang nilainya berbeda-beda tergatung
lokasi Rumah.
5. PPh (Pajak Penghasilan) dan BPHTB
PPh harus sudah dibayar sebelum AJB (Akta Jual Beli) ditandatangani dan biasanya dibebankan kepada penjual. Pembayaran
PPh ini dilakukan melalui Bank penerima untuk kemudian divalidasi oleh kantor
pajak sesuai domisili wajib pajak pemegang hak.
Jika pemegang hak terdiri atas lebih dari satu orang maka yang
diwajibkan membayar cukup satu orang saja dimana blanko pembayaran PPh
diberikan tanda CS (Cum
Suis) yang artinya secara bersama-sama.
Seperti halnya PPh, BPHTB juga harus dibayarkan sebelum akta jual beli
ditandatangani. BPHTB dikenakan bukan hanya pada saat terjadinya transaksi
jual-beli, tetapi juga terhadap setiap perolehan hak atas tanah dan bangunan,
seperti hibah, waris, dll. Pada transaksi jual-beli Rumah, yang menjadi subjek
pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas Rumah
tersebut. Untuk proses lainnya seperti pewarisan, yang harus membayarkan BPHTB
adalah ahli waris. Jika ahli waris terdiri lebih dari satu orang, maka sama
seperti PPh, yang diwajibkan membayar cukup satu orang saja.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No 34/2016 yang
ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 8 Agustus 2016, pemerintah menurunkan
pajak penghasilan (PPh) final atas penjualan tanah dan bangunan dari sebelumnya
5 persen menjadi 2,5 persen dari NJOP. Dalam PP tersebut, Presiden juga meminta
gubernur, bupati atau walikota juga melakukan perubahan Peraturan Daerah
(Perda) tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB) untuk perolehan/pembelian
Tanah dan Bangunan sebesar 5 persen menjadi 2,5 persen. Walaupun telah
disebutkan dalam peraturan tersebut, implementasinya sangat
bergantung dengan kondisi daerah, sehingga untuk menerbitkan Perda diperlukan
persetujuan bersama antara pemerintah dan DPRD.
Pada 11 Agustus 2016, Gubernur DKI Jakarta besama Menteri Agraria dan Tata
Ruang/Kepala BPN telah menyepakati pembebasan atas biaya BPHTB untuk
perolehan/pembelian Rumah sampai dengan NJOP sebesar Rp 2 miliar.
0 komentar:
Posting Komentar